Senin, Januari 19, 2009

APA YANG ANDA PERBUAT ....?

Apa yang anda lakukan jika anda menghadapi kondisi darurat di rumah?
Misalnya, anak anda terpeleset sampai hidungnya patah, atau tiba-tiba dapur tetangga kebakaran karena kompor mleduk, anak kucing kejebur sumur, si bungsu digigit binatang berbisa, nenek terkena serangan jantung, tetangga keracunan gas atau ada maling masuk rumah dan menyerang korban sampai sekarat?

Kemanakah kita bisa meminta tolong? Teriak-teriak sampai tenggorokkan lecet? Atau menelepon seseorang?
Oke, menelepon tampaknya lebih intelek. Pertanyaannya : Menelepon siapa? Pak Erte? Pak mantri puskesmas? Polisi?
Polisi? Oke setelah bisa menelepon polisi, sial.. ternyata ada lagi yang harus ditelepon.. ambulans, pemadam kebakaran, gegana bah banyak banget sih.
Kenapa sih negeri ini tak punya layanan sentral satu atap untuk penanganan segala jenis kedaruratan?
Kalau banyak nomor yang harus dipencet, syukur-syukur nomornya ingat dan ada yang menjawab di ujung telepon sana, kalau tidak? Apakah kita harus balik lagi ke cara tradisional? Menjerit sebisanya.
Aaarrghhh..
Nenek-nenek yang pikun dan anak kecil yang belum sekolah juga tahu, Indonesia itu Negara besar, rakyatnya ada kurang lebih 220 juta jiwa yang hidup berpencar di 17.000 pulau.
Hebat kan? Sialnya di Negara sebesar yang resiko kecelakaan juga besar tak ada badan yang melayani masalah yang berkaitan dengan kedaruratan secara lengkap.
Warga di Amerika atau Jepang cukup beruntung, mereka punya 911 , saluran yang sengaja disediakan untuk melayani masyarakat jika kondisi darurat menghadang.
Bagaimana dengan Indonesia? Saya mencoba menelusuri sendiri beberapa nomor yang dikenal sebagai nomor darurat.

Masyaratak kita eh, maksud saya sebagian masyarakat kita mengenal hot line polisi dengan nomor 110, tapi saat dikontak nadanya sibuk senantiasa. Ketika saya mencoba mengontak PT. Telkom sebenarnya siapakah yang bertanggung jawab memberikan service melalui sambungan ini jawaban staf humas PT. Telkom, Kiki Sri Rejeki sungguh diluar dugaan.
“Saluran 110 memang saluran yang disediakan PT. Telkom untuk kondisi darurat, tapi sambungannya bukan sambungan prioritas, makanya kalau kita telepon nadanya sibuk terus. Selain ada juga masalah dengan sambungannya, kami juga agak trauma dengan laporan palsu yang sering dilaporkan warga sehingga petugas sering terkecoh dan merasa tertipu, akhirnya beberapa daerah tak mengaktifkan line ini. Sayang sekali, Warga kita belum bisa menggunakan saluran darurat sesuai peruntukannya,” ujarnya.
Dia sendiri tidak bisa menjelaskan mengapa polisi juga tidak mengajukan proposal agar layanan ini ditingkatkan statusnya ke jalur prioritas.
Saya coba sambungkan 113, saluran cepat untuk mengontak pemadam kebakaran. Lumayan, telepon langsung diangkat dan di ujung sana langsung ada petugas yang merespon.
”Ini kantor pemadam kebakaran Ketapang mbak, kenapa ada laporan kejadian? Ujar petugas dengan nada sigap.
Wah, lumayan ada yang menjawab. Saya sempat berbincang dengan petugasnya. Dia mengatakan Dinas Pemadam Kebakaran memang selalu siap dan melakukan tugasnya setelah berkoordinasi dengan pos pemadam kebakaran di beberapa titik di Jakarta.
”Jadi kami selalu berusaha mengirim pasukan dari stasiun pemadam kebakaran terdekat,” ujarnya.
Yah, setidaknya untuk urusan kebakaran, salurannya dan petugas yang melayani cukup responsif.
Lalu bagaimana dengan nomor polisi?
Saya coba menghubungi nomor 112. Tidak ada yang menjawab.
Saya kemudian menghubungi Kadivhumas Polri, Irjen Polisi Sisno Adiwinoto. Ia mengatakan 112 merupakan layanan saluran yang diberikan di masing-masing daerah. Di Polda Metro Jaya ada layanan SMS untuk pengaduan dan pelaporan ke nomor 1717.
” Khusus di Jakarta Saluran 112 dan 1717 diberikan secara independen oleh Polda DKI. Kami juga punya radio Suara Metro di frekuensi 99,1 yang menerima aduan dan permohonan bantuan langsung dari warga,” ujarnya.
Ia mengatakan layanan 112 dan 1717 diluncurkan sejak 2001.
Tapi, tentu saja masalah darurat tidak serta merta diselesaikan polisi seluruhnya, sebab untuk ambulans dan paramedis warga harus menelepon ke nomor yang berbeda.
Lalu bagaimana dengan nomor 118? Kombinasi angka ini sering saya lihat terpampang di badan mobil ambulans.
Saat saya pencet 118, ternyata yang menjawab operator dan tampaknya operator tidak bisa menjelaskan dinas atau kementrian mana yang bertanggungjawab dan menaungi layanan emergency melalui nomor ini, okelah saya juga yang salah. Mungkin sang operator hanya bertugas menerima telepon bukan memberi penjelasan.
Akhirnya saya kontak humas Departemen Kesehatan, petugas disana mengatakan 118 ada di bawah naungan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Tapi saat saya bertanya ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mereka menyatakan tidak menaungi secara langsung layanan 118.
”Lho? Jadi siapa yang melayani 118? Membingungkan!" pikir saya dalam hati.
Seorang petugas dari RSCM mengatakan 118 memberikan layanan ambulance kepada masyarakat yang membutuhkan. Layanan ini terjalin atas kerjasama RSCM dengan Pusat Penanggulangan Krisis, Pusat Pengendalian Dukungan Kesehatan dari Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dan sebuah yayasan yang dibentuk oleh Himpunan Dokter Bedah Indonesia. Kantor operatornya terletak di daerah Jakarta Utara.
Melalui info depkes, saya diberi nomor sambungan biasa ke 021- 65303118. Nomor ini malah lebih manjur.
Di ujung telepon Pepen, kepala bagian operasional yayasan 118 menerangkan bahwa yayasan ini didirikan oleh seorang ahli bedah yaitu Prof Aryono yang prihatin pada kondisi pasien yang terlambat di antar ke rumah sakit sehingga tak tertolong nyawanya..
Saya pun mengontak Dr. Aryono. Ia membenarkan keterangan stafnya dan mengatakan yayasan 118 dibentuk atas dasar keprihatinan para ahli bedah yang melihat banyak korban meninggal karena terlambat di bawa ke rumah sakit.
”Menurut penelitian kami, waktu 10 menit saja sudah cukup signifikan untuk menyelamatkan jiwa pasien. Oleh karena itu, kami pikir sangat penting bagi masyarakat untuk bisa mengakses ambulans.” ujarnya.
Layanan aosisasi ini berfungsi mengantar atau jemput pasien dari rumah ke rumah sakit atau dari rumah sakit ke rumah sakit lain yang dirujuk.
Sayangnya, yayasan ini masih bekerja sendirian dan kemampuannya sangat minim. Saat ini saja, di Jakarta hanya ada 8 orang operator yang bekerja 12 jam tiap harinya. Layanan 118 yang diberikan gratis oleh PT. Telkom juga belum terkoneksi di semua kota.
”Karena keterbatasan dana dan SDM, sampai saat ini baru 8 kota saja yang dilayani oleh yayasan 118 yaitu Medan, Aceh, Palembang, Jakarta, Semarang, Surabaya, Bali, Makassar dan Manado, yang lainnya masih dalam penjajakan,” katanya.
Ia mengatakan di masing-masing propinsi 118 bekerja dengan Badan Layanan Umum di daerah setempat.
Karena bersifat mandiri, maka masyarakat yang mau menggunakan jasa ini harus mengeluarkan kocek dari kantung pribadinya.
”Terus terang kami harus menetapkan harga untuk layanan ambulans karena bantuan dari pemerintah tidak banyak, bahkan kadang tidak ada,” ujar Aryono.
Sebenarnya pada tahun lalu, pemerintah kita yaitu Menkokesra Aburizal Bakrie sempat mengatakan pada pers bahwa Indonesia akan punya layanan terpadu untuk mengatasi keadaan emergensi dengan nomor 911.
Masalahnya ternyata menurut keterangan PT. Telkom, nomor 911 sudah dipakai oleh perusahaan security service swasta di Jakarta yang kontraknya entah berlangsung hingga kapan.
Jadi tampaknya rencana ini masih tinggal rencana....
Jadi kalau menghadapi kondisi darurat kita harus meneelepon siapa? Orang lain??!

YAYAN BATAX FOREVER.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar